Tuesday 14 May 2013

ANGKLUNG




Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.




Ensemble Angklung

Agar lebih kaya suaranya, angklung sebaiknya dimainkan dengan alat musik lain membentuk ensembel. Beberapa ensembel angklung yang sudah mapan adalah:

 

Klasik Padaeng

Ensemble angklung klasik yang dikenalkan oleh Pak Daeng Soetigna terdiri atas:
  • Angklung melodi
  • Angklung akompanimen
  • Bas betot
Kombinasi minimal inilah yang paling populer dan umum dijumpai saat konser maupun lomba paduan angklung.

 

Angklung Solo

Angklung solo adalah konfigurasi dimana satu unit angklung melodi digantung pada suatu palang sehingga bisa dimainkan satu orang saja. Sesuai dengan konvensi nada diatonis, maka ada dua jajaran gantungan angklung, yang bawah berisi nada penuh, sedangkan yang atas berisi nada kromatis. Angklung Solo ini digagas oleh Yoes Roesadi tahun 1964, dan dimainkan bersama alat musik basanova dalam group yang menamakan diri Aruba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969, nama Aruba ini disesuaikan menjadi Arumba.

 

Arumba

Arumba adalah istilah bagi seperangkat alat musik (ensemble) yang minimal terdiri atas:
  • Satu unit angklung melodi, digantung sehingga bisa dimainkan oleh satu orang
  • Satu unit bass lodong, juga dijejer agar bisa dimainkan satu orang
  • Gambang bambu melodi
  • Gambang bambu akompanimen
  • Gendang
Konfigurasi awal ensemble tersebut diperkenalkan oleh Mochamad Burhan sekitar tahun 1966, yang menggunakannya bersama grup "Arumba Cirebon"


No comments:

Post a Comment